Jumat, 30 Desember 2011

KATA MOTIVASI

Diposting oleh Unknown di 18.19 0 komentar
Tidak ada kriteria tertentu untuk menjadi hebat, tidak perlu banyak persyaratan untuk menjadi lebih baik, tidak ada rahasia apapun yang membuat seseorang menjadi besar, berdoa dan lakukan usaha yang terbaik, maka siapapun bisa menjadi apa yang mereka banggakan!!

Kemarin adalah sejarah, besok adalah misteri, tapi hari ini adalah anugerah, pengalaman yang telah lalu biarlah berlalu, jadikan pelajaran untuk bisa berbuat lebih baik, dan jangan cemaskan hari esok, tak usah berharap untuk berlari mengejar esok yang penuh misteri, berjalanlah perlahan menyelesaikan hari, dan percayalah bahwa hari ini merupakan anugerah.

“You Have to believe, Just believe”
Jika tidak percaya, maka hal apapun tidak akan terjadi, percaya terlebih dahulu dan teguhkan niat sebelum membuat semuanya terjadi.
The secret to be special is you have to believe you're special.

            you just need to believe


Tell me why [declan] lyric

Diposting oleh Unknown di 15.36 0 komentar
tell me why
  in my dream,children sing
  a song of love for every boy and girl
  the sky is blue and fields are green:
  and laughter is the language of the world
  then i wake and all i see
  is a world full of people in need
                    chorus:
                    tell me why(why) does it have to be like this?
                    tell me why (why) is there something i have missed?
                    tell me why (why) cos i dont understand
                    when so many need somebody
                    we dont give a helping hand tell me why?
  everyday i ask myself
  what will i have to do to be a man?
  do i have to stand and fight
  to prove to everybody who i am?
  is that what my life is for
  to waste in a world full of war?
                    chorus:
                    (children)tell me why?(declan)tell me why?
                      (children)tell me why?(declan)tell me why?
                    (together) just tell me why, why, why?
  chorus:
  chorus chant:
  tell me why (why,why,does the tiger run)
  tell me why(why why do we shoot the gun)
  tell me why (why,why do we never learn)
  can someone tell us why we let the forest burn?
                    (why,why do we say we care)
                    tell me why(why,why do we stand and stare)
                    tell me why(why,why do the dolphins cry)
                    can some one tell us why we let the ocean die?
  (why,why if were all the same)
  tell me why(why,why do we pass the blame)
  tell me why (why,why does it never end)
  can some one tell us why we cannot just be friends?

TEORI DIENES

Diposting oleh Unknown di 15.21 0 komentar

Teori Dienes
Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinya bertumpu pada teori pieget, dan pengembangannya diorientasikan pada anak-anak, sedemikian rupa sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi anak yang mempelajari matematika.
Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan diantara struktur-struktur dan mengkatagorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa benda-benda atau obyek-obyek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.
Makin banyak bentuk-bentuk yang berlainan yang diberikan dalam konsep-konsep tertentu, akan makin jelas konsep yang dipahami anak, karena anak-anak akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajarinya itu.
Dalam mencari kesamaan sifat anak-anak mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih anak-anak dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan mentranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan yang satu ke bentuk permainan lainnya. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula..
Menurut Dienes konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap, yaitu:
1. Permainan Bebas (Free Play)
Dalam setiap tahap belajar, tahap yang paling awal dari pengembangan konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari benda yang dimanipulasi.
2. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola
dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Anak yang telah memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajari itu. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu. Contoh dengan permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan merah, serta timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak merah (biru, hijau, kuning).
3. Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta
mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut
(anggota kelompok).
4. Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh tiga) dengan pendekatan induktif seperti berikut ini.
Segitiga Segiempat Segilima Segienam Segiduapuluhtiga
0 diagonal 2 diagonal 5 diagonal ..... diagonal ……. diagonal
5. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.
6. Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu
merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut.
Pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, dan mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika. Dienes menyatakan bahwa proses pemahaman (abstracton) berlangsung selama belajar. Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan materi matematika secara kongkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan tepat. Dienes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai penyajian (multiple embodiment), sehingga anak-anak dapat bermain dengan bermacam-macam material yang dapat mengembangkan minat anak didik. Berbagai penyajian materi (multiple embodinent) dapat mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi konsep.
Menurut Dienes, variasi sajian hendaknya tampak berbeda antara satu dan
lainya sesuai dengan prinsip variabilitas perseptual (perseptual variability), sehingga anak didik dapat melihat struktur dari berbagai pandangan yang berbeda-beda dan memperkaya imajinasinya terhadap setiap konsep matematika yang disajikan. Berbagai sajian (multiple embodiment) juga membuat adanya manipulasi secara penuh tentang variabel-variabel matematika. Variasi matematika dimaksud untuk membuat lebih jelas mengenai sejauh mana sebuah konsep dapat digeneralisasi terhadap konsep yang lain. Dengan demikian, semakin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, semakin jelas bagi anak dalam memahami konsep tersebut.
Berhubungan dengan tahap belajar, suatu anak didik dihadapkan pada permainan yang terkontrol dengan berbagai sajian. Kegiatan ini menggunakan kesempatan untuk membantu anak didik menemukan cara-cara dan juga untuk mendiskusikan temuan-temuannya. Langkah selanjutnya, menurut Dienes, adalah memotivasi anak didik untuk mengabstraksikan pelajaran tanda material kongkret dengan gambar yang sederhana, grafik, peta dan akhirnya memadukan simbolo - simbol dengan konsep tersebut. Langkah-langkah ini merupakan suatu cara untuk memberi kesempatan kepada anak didik ikut berpartisipasi dalam proses penemuan dan formalisasi melalui percobaan matematika. Proses pembelajaran ini juga lebih melibatkan anak didik pada kegiatan belajar secara aktif dari pada hanya sekedar menghapal. Pentingnya simbolisasi adalah untuk meningkatkan kegiatan matematika ke satu bidang baru.
Dari sudut pandang tahap belajar, peranan guru adalah untuk mengatur belajar anak didik dalam memahami bentuk aturan-aturan susunan benda walaupun dalam skala kecil. Anak didik pada masa ini bermain dengan simbol dan aturan dengan bentuk-bentuk kongkret dan mereka memanipulasi untuk mengatur serta mengelompokkan aturan-aturan Anak harus mampu mengubah fase manipulasi kongkret, agar pada suatu waktu simbol tetap terkait dengan pengalaman kongkretnya.

Senin, 26 Desember 2011

Diposting oleh Unknown di 08.44 0 komentar
ULTAH DEDE KE 6

JENIS - JENIS RELASI

Diposting oleh Unknown di 08.37 0 komentar
JENIS-JENIS RELASI
Relasi Invers
Relasi invers dari R= (A,B,P(x,y)) adalah R^(-1)= (B,A,P(y,x)) atau
R^(-1)= (b,a)(a,b)  R
Contoh:
R =(1,6) (2,6)(3,6)(4,6)
R^(-1)=(6,1)(6,2)(6,3)(6,4)
Relasi Refleksif
R= (A,A,P(x,y)) merupakan relasi dalam himpunan A dan R AxA
R disebut relasi refleksif jika untuk setiap a A maka ada (a,a)  R, dan R tidak refleksif jika ada sekurang-kurangnya ada satu elemen a A tetapi (a,a) R
Contoh:
A = 1,2,3
R_1= (1,1)(2,2)(3,3)
R_2 = (2,1)(1,2)(2,1)(2,2)(3,1)(3,2)(3,3)
R_3 = (2,1)(2,2)(3,1)(3,2)(3,3)
Jawab:
AxA = (1,1)(1,2)(1,3)(2,1)(2,2)(2,3)(3,1)(3,2)(3,3)
R_1 AxA dan untuk setiap a A terdapat (a,a)  R_1
R_1adalah relasi refleksif
R_2 AxA dan untuk setiap a A terdapat (a,a)  R_2
R_2 adalah relasi refleksif
R_3  AxA terdapat 1 A tetapi (1,1) R_3
R_3 bukan relasi refleksif
Relasi Simetris
R= (A,A,P(x,y)) dan R AxA
R disebut relasi simetris jika (a,b) R maka terdapat (b,a) R

Contoh:
A = 1,2,3 dan R = (1,2)(2,3)(2,1)(3,2)(1,3)(3,1)
A = 1,2,3,4 dan R = (1,3)(4,2)(2,4)(2,3)(3,1)
Misalkan R adalah suatu relasi dalam bilalangan-bilangan asli N yang didefinisikan oleh “y habis dibagi x”
Jawab:
R AxA
R adalah relasi simetris karena (a,b) R maka terdapat (b,a) R
R AxA
R bukan relasi simetris karena (2,3) R tetapi (3,2)R
R bukan relasi simetris karena (2,4) R tetapi (4,2)R
Relasi Anti Simetris
R= (A,A,P(x,y)) dan R AxA
R disebut relasi anti simetris jika (a,b)  R (b,a)  R maka a=b
R tidak anti simetris jika terdapat (a,b)  R tetapi a≠ b
Contoh:
A = 1,2,3 R = (1,2)(1,3)(2,3)(3,2)
A = a,b,c R = (a,b)(c,a)(c,c)
A = 1,2,3,4 R = (1,2)(1,3)(2,1)(2,3)(4,3)
Jawab:
R bukan relasi anti simetris
R bukan relasi anti simetris
R bukan relasi anti simetris karena (1,2) R tetapi 1≠2
Relasi Transitif
R= (A,A,P(x,y)) dan R AxA
R disebut relasi transitif jika (a,b)  R (b,c)  R maka (a,c)  R.


Contoh:
W= a,b,c R= (a,b)(c,b)(b,a)(a,c)
A= 1,2,3 R= (1,3)(1,5)(3,5)(5,5)
Jawab:
R bukan relasi transitif karena (a,b)  R (b,c)  R tetapi (a,a) R
R adalah relasi transitif
Relasi Ekivalen
R= (A,A,P(x,y)) dan R AxA
R disebut Relasi Ekivalen, jika:
R Refleksif
R Simetris
R Transitif
Contoh:
A= 1,2,3 dan R= (1,2)(2,3)(1,3)(2,1)(1,1)(2,2)(3,3)(3,1)(3,2)
Jawab:
R Refleksif karena untuk setiap a A maka ada (a,a)  R
R Simetris karena (a,b) R dan (b,a) R
R Transitif karena (a,b)  R (b,c)  R maka (a,c)  R.
R adalah Relasi Ekivalen

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)

Diposting oleh Unknown di 08.30 0 komentar
BAB I
PENDUHULUAN


A. Latar Belakang
Sistem pendidikan yang selama ini dikelola dalam suatu aklim birokratik dan sentralistik dianggap sebagai salah satu sebab yang telah membuahkan keterpurukan dalam mutu dan keunggulan pendidikan di tanah air. Hal ini terjadi karena sistem birokrasi selalu menempatkan kekuasaan sebagai faktor yang paling penting dan menentukan dalam proses pengambilan keputusan.
Sekolah-sekolah saat ini telah terkukung oleh kekuasaan birokrasi yang “menggurita” dari kekuasaan tingkat pusat sampai daerah, bahkan terkesan semakin buruk di era desentralisasi ini. Bahkan tenaga kependidikan seperti kepala sekolah dan guru pun seakan berada di tempat yang “dikendalikan”. Jadi tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa kekuasaan birokrasi persekolahan telah membuat sistem pendidikan selalu berada dalam keterpurukan. Kekuasaan birokrasi jugalah yang menjadi faktor sebab dari menurunnya semangat partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan.






B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah?
2. Jelaskan MBS sebagai Paradigma Baru Pengelolaan Pendidikan?
3. Apa Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah?
4. Sebutkan Prinsip – prinsip Manajemen Berbasis Sekolah?
5. Sebutkan Komponen Manajemen Berbasis Sekolah?
6. Apa Manfaat Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah?
7. Apa Syarat Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah?
8. Bagaimana Model MBS di Indonesia?

C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
2. Mengetahui MBS sebagai Paradigma Baru Pengelolaan Pendidikan
3. Mengetahui Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
4. Mengetahui Prinsip – prinsip Manajemen Berbasis Sekolah
5. Mengetahui Komponen Manajemen Berbasis Sekolah
6. Mengetahui Manfaat Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
7. Mengetahui Syarat Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
8. Mengetahui Model MBS di Indonesia








BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Manajemen berbasis sekolah (MBS) atau School Based management, adalah bentuk dari alternatif pengelolaan sekolah dari program desentralisasi dalam bidang pendidikan. Dalam hal ini, sekolah memiliki kewenangan dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan secara mandiri yang tidak tergantung kepada birokarasi sentralistik.
Kewenangan tersebut sesuai dengan perannya yang dilandasi oleh Undang – undang Nomor 22 tahun 1999, tentang otonomi daerah dan undang – undang Nomor 25 tahun 2000, tentang perimbanan keuangan antara pusat dan daerah untuk mengatur dan menampung aspirasi masyarakat untuk turut serta melakukan kontrol dan pembinaan terhadap sekolah.

B. MBS sebagai Paradigma Baru Pengelolaan Pendidikan
Pergeseran Paradigma pengelolaan pendidikan dasar dan menengah telah tercermin dalam visi pembangunan pendidikan nasional yang tercantum dalam GBHN (1999), ”mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan berkualitas guna mewujudkan bangsa yang berakhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, disiplin,bertanggung jawab, terampil, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Keluarnya Inpres SDN No.10/1973 yang berisi “sekolah-sekolah dikelola secara mikro dengan sepenuhnya diperankan oleh kepala sekolah dan guru-guru sebagai pengelolah dan pelaksana pendidikan pada setiap sekolah juga tidak terpisahkan dari lingkungan masyarakatnya. Dalam hal ini, kepemilikan sekolah yang sebelumnya milik masyarakat menjadi milik pemerintah yang sepenuhnya secara birokratik bahkan sentralistik. Untuk itu, MBS bermaksud “mengembalikan” sekolah kepada pemiliknya, yaitu masyarakat yang diharapkan akan merasa bertanggug jawab kembali sepenuhnya terhadap pendidikan yang diselenggarakan di sekola-sekolah. Sehingga dapat dikatakan bahwa hanya sekolah dan masyarakatlah yang paling mengetahui berbagai persoaalan pendidikanyang dapat menghambat peningkatan mutu pendidikan. Dengan demikian merekalah yang seharusnya menjadi pelaku utama dalam membangun pendidikan yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan masyarakatnya.
Dengan MBS pemecahan masalah internal sekolah, baik yang menyangkut proses pembelajaran maupun sumberdaya pendukungnya cukup dibicarakan di dalam sekolah dengan masyarkatnya, sehingga perlu diangkat ke pemda maupun pusat. Tugas pemda dan pusat adalah memberikan fasilitas dan bantuan pada saat sekolah dan masyarakat menemui jalan buntu dalam pemecahan masalah. Fasilitas tersebut dapat berupa: capacity bulding. Bantuan teknis pembelajaran atau manajemen srkolah, subsidi bantuan sumber daya pendidikan, serta kurikulum nasional dan pengendalian mutu pendidikan, baik tingkat daerah maupun nasional.
Untuk sampai pada kemampuan untuk mengurus dan mengatur penyelenggaraan pendidikan di setiap satuan pendidikan, diperlukan program yang sistematis dengan melakukan capacity building. Dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan setiap satuan pendidikan secara berkelanjutan. Capacity building dilakukan untuk meningkatkan(up-grade) suatu kelompok satuan pendidikan pada tahap perkembangan tertentu ke tahap berikutnya. Adapun tahap perkembangan tersebut ada 4 yaitu:
1. Tahap praformal
Satuan pendidikan yang termasuk kedalam kelompok ini, adalah yang belum memenuhi standar teknis, yaitu belum dapat memiliki sumber - sumber pendidikan(guru, sarana-prasarana)yang memadai untuk menyelenggarakan pelayanan pendidikan.


2. Tahap formalitas
Satuan pendidikan yang termasuk kedalam kelompok ini, adalah yang sudah memenuhi standar teknis. Keberhasilan satuan pendidikan dalam tahap ini diukur dengan menggunakan standar pelayanan minimum tingkat sekolah terutama yang menyangkut ukuran-ukuran output pendidikan sepertitingkat penurunan putus sekolah, penurunan mengulang kelas, tingkat kemampuan siswa, tingkat kelulusan, serta tingkat melanjutkan sekolah.
3. Tahap transisional
Satuan pendidikan yang sudah mencapai tahap ini, adalah yang sudah mampu memberikan pelayanan minimal pendidikan yang bermutu, seperti kemampuan mendayagunakan sumber-sumber pendidikan secara optimal, meningkatnya kualitas guru, pendayagunaan perpustakaan sekolah secara optimal, dan lain-lain.
4. Tahap otonomi
Satuan pendidikan yang sudah mencapai tahap ini dapat dikategorikan sebagai tahap penyelesaian capacity building menuju profesionalisasi satuan pendidikan dan pelayanan pendidikan yang bermutu. Pada tahap ini, satuan pendidikan sudah mampu memberikan pelayanan diatas SPM (standar kompetensi minimum) sekolah dan akan bertanggung jawab terhadap klien serta stakeholder pendidikan lainya.
Dalam MBS, kewenangan bertumpu kepada sekolah, senada dengan kebijakan sekolah lokal yang dipandang memiliki tingkat efektifitas tinggi, dan diharapkan dapat memberikan keuntungan, seperti:
a. Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada siswa, orang tua dan guru.
b. Bertujuan memanfaatkan sumber daya lokal
c. Efektif dalam pembinaan paserta didik
d. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, dan manajemen sekolah.

Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam memahami konsep MBS yaitu:
1. Pengkajian konsep MBS, terutama yang menyagkut kekuatan desentralisasi dan kekuasaan atau kewenangan di tigkat sekolah.
2. Penelitian tentang program MBS, berkenaan dengan desentralisasi kekuasaan dan program peningkatan partisipasi local stakeholders. Pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dalam kaitannya dengan pemberdayaan sekolah, perlu dihubungkan dengan efektifitas program.
3. Strategi MBS, harus lebih menekankan kepada elemen manajemen partisipatif.

Dalam pelaksanaan MBS, kepala sekolah adalah “the key person” untuk keberhasilan pelaksanaan otonomi sekolah. Oleh karena itu, dalam implementasi MBS, kepala sekolah dituntut un tuk memilki visi dan wawasan yang luas tentang effect school, serta kemampuan profesional yang memadai dalam bidang perencanaan, kepemimpinan, manajerial, dan supervisi bidang pendidikan. Adapun tugas dan wewenag kepala sekolah dalam konteks MBS, adalah sebagai berikut:
1. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber – sumber daya sekolah.
2. Pengembangan strategi MBS, sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pengembangan sekolah.
3. Meyusun rencana dan merumuskan kebijakan sekolah sesuai dengan visi, misi, dan tujuan sekolah.
4. Mempertanggungjawabkan pekerjaanyakepada dewan sekolah secara periodik.
5. Pengelolaan kurikulum dan penetapan tolak ukur penilaian kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan sekolah
6. Mencari dan mengupayakan sumber – sumber dana untuk pembiayaan sekolah
7. Mengupayakan pelibatan stakeholders dalam pelaksanaan kegiatan – kegiatan peningkatan kinerja sekolah sesuai denag visi, misi, dan tujuan sekolah.
C. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Sekolah sebagai institusi atau lembaga pendidikan, yang merupakan wadah tempat proses pendidikan dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis. Sekolah sebagai institusi pendidikan juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta meningkatkan derajat sosial masyarakat. Oleh karena itu, sekolah membutuhkan sistem pengelolaan yang tepat untuk dapat mencapai apa yang diharapkan.
Tujuan penerapan MBS adalah untuk memandirikan atau memberdayagunakan sekolah melalui kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif. Secara lebih rinci, MBS bertujuan untuk:
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya.
4. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.

D. Prinsip – prinsip Manajemen Berbasis Sekolah
Menurut Depdiknas: 2007, ada 4 prinsip dalam manajemen berbasis sekolah sebagai bentuk implementasi otonomi daerah bidang pendidikan yang menjadi landasan bagi sekolah sehingga memudahkan dalam menerjemahkan konsep manajemen penigkatan mutu berbasis sekolah sesuai dengan tujuannya. Adapun, 4 prinsip itu, sebagai berikut:
1. Otonomi
Otonomi diartikan sebagai kemandirian yaitu, kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendir (pengelolaan mandiri). Kemndirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan seperti:
a. Kemampuan mengambil keputusan yang terbaik
b. Kemampuan berdemokrasi atau menghargai perbedaan dan pendapat
c. Kemampuan memobilisasi sumber daya
d. Kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik
e. Kemampuan berkomunikasi dengan cara yantg efektif
f. Kemampuan memecahkan persoalan – persoalan sekolah
g. Kemampuan adatif dan antisipatif
h. Kemampuan bersinergi dan berkolaborasi
i. Kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri
2. Fleksibelitas
Fleksibelitas dapat diartikan sebagai keluwesan – keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumber daya sekolah seotimal mungkin untuk meningkatkan mutu sekolah.
3. Partisipasi
Penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik. Warga sekolah (guru, siswa, karyawan) dan masyarakat, didorong untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pendidkan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang di harapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah akan mampu menciptakan keterbukaan(transparansi, kerjasama yang kuat, akuntabilitas, dan demokrasi pendidikan).
4. Inisiatif
Didasarkan atas konsepsi bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia harus slalu digali, ditemukan, dan dikembangkan begitu pula dengan lembaga pendidikan.
E. Komponen Manajemen Berbasis Sekolah
Tujuan program MBS adalah peningkatan mutu pembelajaran. Adapun program MBS terdiri atas 3 komponen yaitu:
1. Manajemen Berbasis sekolah(MBS)
2. peran serta masyarakat(PSM)
3. Peningkatan mutu belajar mengajar melalui peningkatan mutu pembelajaran yang disebut pembelajaran aktif, informatif, kreatif dan menyenangkan(PAIKEM) di SD-MI, dan pembelajaran kontekstual di SLTP-MTs.
Aktif, dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan pendapat.
Informatif, dalam proses pembelajaran guru harus memberikan informasi yang terkini agar anak terpacu untuk memperhatikan karna informasi yang dibutuhkan adalah informasi yang terbaru dan berkembang masa kini.
Kreatif, guru di harapkan dapat menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa.
Efektif adalah proses pembelajaran yang mempergunakan waktu yang singkat tetapi mencapai hasil maksimal.
Menyenangkan adalah suasana belajar mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi PAIKEM.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan PAIKEM
1. Memahami sifat yang dimiliki anak
2. Mengenal anak secara perorangan
3. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah
5. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
6. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
7. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
8. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental
F. Manfaat Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
1. Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
2. Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting.
3. Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran.
4. Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
5. Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.
6. dapat meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugasnya.
7. Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level.
G. Syarat Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
1. MBS harus mendapat dukungan staf sekolah.
2. MBS lebih mungkin berhasil jika diterapkan secara bertahap.
Kemungkinan diperlukan lima tahun atau lebih untuk menerapkan MBS secara berhasil.
3. Staf sekolah dan kantor dinas harus memperoleh pelatihan penerapannya, pada saat yang sama juga harus belajar menyesuaikan diri dengan peran dan saluran komunikasi yang baru.
4. Harus disediakan dukungan anggaran untuk pelatihan dan penyediaan waktu bagi staf untuk bertemu secara teratur.
5. Pemerintah pusat dan daerah harus mendelegasikan wewenang kepada kepala sekolah, dan kepala sekolah selanjutnya berbagi kewenangan ini dengan para guru dan orang tua murid.
H. Model MBS di Indonesia
Model MBS di Indonesia muncul akibat perubahan politik dan krisis ekonomi yang berkembang menjadi krisis sosial politik yang berdamapak kepada perubahan dalam manajemen pendidikan, disamping perlunya peningkatan mutu pendidikan yang sampai saat ini masih memprihatinkan.
MBS sebagai hasil perubahan politik bertujuan pula mendesain ulang pengelolaan sekolah dengan merubah sistem pengamabilan keputusan yang semula menjadi wewenang tingkat pusat dipendahkan otonominya ke tingkat sekolah.
Dalam penerapan model MBS di Indonesia, tidak seluruh masalah pendidikan menjadi wewenang dan tanggunag jawab sekolah namun terdapat pembagian kewenangan antara pusat, propinsi, kabupaten atau kota, kecamatan dan sekolah dalam mengelola pendidikan.
Model MBS di Indonesia menekankan pada mutu yang dikenal dengan Manajemen peningkatan Mutu berbasis Sekolah (MPMBS). Model ini memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas kepada sekolah dan mendorong partsisipasi secara langsung serta peraturan warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu skeolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta perundang-undangan yang berlaku.













BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
MBS adalah bentuk reformasi pendidikan dimana pada prinsipnya sekolah memperolah kewajiban(responsibility), wewenang(authority), dan tanggungjawab(accountability) dalam meningkatkan kinerja sekolah. Oleh sebab itu, MBS menyediakan layanan pendidikan yang menyeluruh dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat sekolah.
Prinsip pemerataan(equality) dan keadilan(equity) untuk memperolah kesempatan pendidikan, efisiensi, dan mutu pembelajaran merupakan karakteristik utama MBS yang dimiliki oleh pendekatan ini. Adapun persyaratan utama yang diperlukan yaitu:
1. Adanya kebutuhan untuk berubah(send of change) atau inovasi
2. Adanya restrukturisasi organisasi pendidikan
3. Proses perubahan sebagai proses belajar
4. Adanya budaya profesional(corporate culture) di sekolah.
MBS mempunyai 4 aspek yaitu, perwujudan nilai sosial, sumer kekuatan politik, wahana pengujian kekuatan, senjata politik. Selain itu, MBS juga membawa pengaruh positif dalam peningkatan dan perbaikan pendidikan, efisiensi, pencapaian tujuan politik serta terciptanya keadilan dan pemerataan untuk memperoleh pendidikan.


B. Saran
1. Dengan adanya otonomi pada tiap satuan pendidikan, diharapakan kualitas pendidikan di Indonesia mampu bersaing dengan negara – negara lain.
2. Pelaksanaan progaram otonomi pendidikan hendakanya dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Indonesia.
3. Meskipun kewenangan di berikan secara penuh kepada sekolah, tetapi pemerintah harus tetap mengawasi pelaksanaan pendidikan di tiap sekolah.
4. Dengan adanya MBS, diharapkan dapat membawa pengaruh positif dalam peningkatan dan perbaikan pendidikan, efisiensi, pencapaian tujuan politik serta terciptanya keadilan dan pemerataan untuk memperoleh pendidikan.











DAFTAR PUSTAKA



Uno, B. Hamzah. 2010. Profesi Kependidikan Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Danim, Sudarwan. 2002. Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Suryosubroto, B. 2010. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Sujanto, Bedjo. 2009. Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Fattah, Nanang Dan Mohammad Ali. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Sagala, Syaiful. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah Dan Masyarakat, Strategi Memenangka Persaingan Mutu. Jakarta: PT. Nimas Multima.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Jumat, 30 Desember 2011

KATA MOTIVASI

Diposting oleh Unknown di 18.19 0 komentar
Tidak ada kriteria tertentu untuk menjadi hebat, tidak perlu banyak persyaratan untuk menjadi lebih baik, tidak ada rahasia apapun yang membuat seseorang menjadi besar, berdoa dan lakukan usaha yang terbaik, maka siapapun bisa menjadi apa yang mereka banggakan!!

Kemarin adalah sejarah, besok adalah misteri, tapi hari ini adalah anugerah, pengalaman yang telah lalu biarlah berlalu, jadikan pelajaran untuk bisa berbuat lebih baik, dan jangan cemaskan hari esok, tak usah berharap untuk berlari mengejar esok yang penuh misteri, berjalanlah perlahan menyelesaikan hari, dan percayalah bahwa hari ini merupakan anugerah.

“You Have to believe, Just believe”
Jika tidak percaya, maka hal apapun tidak akan terjadi, percaya terlebih dahulu dan teguhkan niat sebelum membuat semuanya terjadi.
The secret to be special is you have to believe you're special.

            you just need to believe


Tell me why [declan] lyric

Diposting oleh Unknown di 15.36 0 komentar
tell me why
  in my dream,children sing
  a song of love for every boy and girl
  the sky is blue and fields are green:
  and laughter is the language of the world
  then i wake and all i see
  is a world full of people in need
                    chorus:
                    tell me why(why) does it have to be like this?
                    tell me why (why) is there something i have missed?
                    tell me why (why) cos i dont understand
                    when so many need somebody
                    we dont give a helping hand tell me why?
  everyday i ask myself
  what will i have to do to be a man?
  do i have to stand and fight
  to prove to everybody who i am?
  is that what my life is for
  to waste in a world full of war?
                    chorus:
                    (children)tell me why?(declan)tell me why?
                      (children)tell me why?(declan)tell me why?
                    (together) just tell me why, why, why?
  chorus:
  chorus chant:
  tell me why (why,why,does the tiger run)
  tell me why(why why do we shoot the gun)
  tell me why (why,why do we never learn)
  can someone tell us why we let the forest burn?
                    (why,why do we say we care)
                    tell me why(why,why do we stand and stare)
                    tell me why(why,why do the dolphins cry)
                    can some one tell us why we let the ocean die?
  (why,why if were all the same)
  tell me why(why,why do we pass the blame)
  tell me why (why,why does it never end)
  can some one tell us why we cannot just be friends?

TEORI DIENES

Diposting oleh Unknown di 15.21 0 komentar

Teori Dienes
Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinya bertumpu pada teori pieget, dan pengembangannya diorientasikan pada anak-anak, sedemikian rupa sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi anak yang mempelajari matematika.
Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan diantara struktur-struktur dan mengkatagorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa benda-benda atau obyek-obyek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.
Makin banyak bentuk-bentuk yang berlainan yang diberikan dalam konsep-konsep tertentu, akan makin jelas konsep yang dipahami anak, karena anak-anak akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajarinya itu.
Dalam mencari kesamaan sifat anak-anak mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih anak-anak dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan mentranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan yang satu ke bentuk permainan lainnya. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula..
Menurut Dienes konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap, yaitu:
1. Permainan Bebas (Free Play)
Dalam setiap tahap belajar, tahap yang paling awal dari pengembangan konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari benda yang dimanipulasi.
2. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola
dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Anak yang telah memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajari itu. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu. Contoh dengan permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan merah, serta timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak merah (biru, hijau, kuning).
3. Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta
mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut
(anggota kelompok).
4. Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh tiga) dengan pendekatan induktif seperti berikut ini.
Segitiga Segiempat Segilima Segienam Segiduapuluhtiga
0 diagonal 2 diagonal 5 diagonal ..... diagonal ……. diagonal
5. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.
6. Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu
merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut.
Pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, dan mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika. Dienes menyatakan bahwa proses pemahaman (abstracton) berlangsung selama belajar. Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan materi matematika secara kongkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan tepat. Dienes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai penyajian (multiple embodiment), sehingga anak-anak dapat bermain dengan bermacam-macam material yang dapat mengembangkan minat anak didik. Berbagai penyajian materi (multiple embodinent) dapat mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi konsep.
Menurut Dienes, variasi sajian hendaknya tampak berbeda antara satu dan
lainya sesuai dengan prinsip variabilitas perseptual (perseptual variability), sehingga anak didik dapat melihat struktur dari berbagai pandangan yang berbeda-beda dan memperkaya imajinasinya terhadap setiap konsep matematika yang disajikan. Berbagai sajian (multiple embodiment) juga membuat adanya manipulasi secara penuh tentang variabel-variabel matematika. Variasi matematika dimaksud untuk membuat lebih jelas mengenai sejauh mana sebuah konsep dapat digeneralisasi terhadap konsep yang lain. Dengan demikian, semakin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, semakin jelas bagi anak dalam memahami konsep tersebut.
Berhubungan dengan tahap belajar, suatu anak didik dihadapkan pada permainan yang terkontrol dengan berbagai sajian. Kegiatan ini menggunakan kesempatan untuk membantu anak didik menemukan cara-cara dan juga untuk mendiskusikan temuan-temuannya. Langkah selanjutnya, menurut Dienes, adalah memotivasi anak didik untuk mengabstraksikan pelajaran tanda material kongkret dengan gambar yang sederhana, grafik, peta dan akhirnya memadukan simbolo - simbol dengan konsep tersebut. Langkah-langkah ini merupakan suatu cara untuk memberi kesempatan kepada anak didik ikut berpartisipasi dalam proses penemuan dan formalisasi melalui percobaan matematika. Proses pembelajaran ini juga lebih melibatkan anak didik pada kegiatan belajar secara aktif dari pada hanya sekedar menghapal. Pentingnya simbolisasi adalah untuk meningkatkan kegiatan matematika ke satu bidang baru.
Dari sudut pandang tahap belajar, peranan guru adalah untuk mengatur belajar anak didik dalam memahami bentuk aturan-aturan susunan benda walaupun dalam skala kecil. Anak didik pada masa ini bermain dengan simbol dan aturan dengan bentuk-bentuk kongkret dan mereka memanipulasi untuk mengatur serta mengelompokkan aturan-aturan Anak harus mampu mengubah fase manipulasi kongkret, agar pada suatu waktu simbol tetap terkait dengan pengalaman kongkretnya.

Senin, 26 Desember 2011

Diposting oleh Unknown di 08.44 0 komentar
ULTAH DEDE KE 6

JENIS - JENIS RELASI

Diposting oleh Unknown di 08.37 0 komentar
JENIS-JENIS RELASI
Relasi Invers
Relasi invers dari R= (A,B,P(x,y)) adalah R^(-1)= (B,A,P(y,x)) atau
R^(-1)= (b,a)(a,b)  R
Contoh:
R =(1,6) (2,6)(3,6)(4,6)
R^(-1)=(6,1)(6,2)(6,3)(6,4)
Relasi Refleksif
R= (A,A,P(x,y)) merupakan relasi dalam himpunan A dan R AxA
R disebut relasi refleksif jika untuk setiap a A maka ada (a,a)  R, dan R tidak refleksif jika ada sekurang-kurangnya ada satu elemen a A tetapi (a,a) R
Contoh:
A = 1,2,3
R_1= (1,1)(2,2)(3,3)
R_2 = (2,1)(1,2)(2,1)(2,2)(3,1)(3,2)(3,3)
R_3 = (2,1)(2,2)(3,1)(3,2)(3,3)
Jawab:
AxA = (1,1)(1,2)(1,3)(2,1)(2,2)(2,3)(3,1)(3,2)(3,3)
R_1 AxA dan untuk setiap a A terdapat (a,a)  R_1
R_1adalah relasi refleksif
R_2 AxA dan untuk setiap a A terdapat (a,a)  R_2
R_2 adalah relasi refleksif
R_3  AxA terdapat 1 A tetapi (1,1) R_3
R_3 bukan relasi refleksif
Relasi Simetris
R= (A,A,P(x,y)) dan R AxA
R disebut relasi simetris jika (a,b) R maka terdapat (b,a) R

Contoh:
A = 1,2,3 dan R = (1,2)(2,3)(2,1)(3,2)(1,3)(3,1)
A = 1,2,3,4 dan R = (1,3)(4,2)(2,4)(2,3)(3,1)
Misalkan R adalah suatu relasi dalam bilalangan-bilangan asli N yang didefinisikan oleh “y habis dibagi x”
Jawab:
R AxA
R adalah relasi simetris karena (a,b) R maka terdapat (b,a) R
R AxA
R bukan relasi simetris karena (2,3) R tetapi (3,2)R
R bukan relasi simetris karena (2,4) R tetapi (4,2)R
Relasi Anti Simetris
R= (A,A,P(x,y)) dan R AxA
R disebut relasi anti simetris jika (a,b)  R (b,a)  R maka a=b
R tidak anti simetris jika terdapat (a,b)  R tetapi a≠ b
Contoh:
A = 1,2,3 R = (1,2)(1,3)(2,3)(3,2)
A = a,b,c R = (a,b)(c,a)(c,c)
A = 1,2,3,4 R = (1,2)(1,3)(2,1)(2,3)(4,3)
Jawab:
R bukan relasi anti simetris
R bukan relasi anti simetris
R bukan relasi anti simetris karena (1,2) R tetapi 1≠2
Relasi Transitif
R= (A,A,P(x,y)) dan R AxA
R disebut relasi transitif jika (a,b)  R (b,c)  R maka (a,c)  R.


Contoh:
W= a,b,c R= (a,b)(c,b)(b,a)(a,c)
A= 1,2,3 R= (1,3)(1,5)(3,5)(5,5)
Jawab:
R bukan relasi transitif karena (a,b)  R (b,c)  R tetapi (a,a) R
R adalah relasi transitif
Relasi Ekivalen
R= (A,A,P(x,y)) dan R AxA
R disebut Relasi Ekivalen, jika:
R Refleksif
R Simetris
R Transitif
Contoh:
A= 1,2,3 dan R= (1,2)(2,3)(1,3)(2,1)(1,1)(2,2)(3,3)(3,1)(3,2)
Jawab:
R Refleksif karena untuk setiap a A maka ada (a,a)  R
R Simetris karena (a,b) R dan (b,a) R
R Transitif karena (a,b)  R (b,c)  R maka (a,c)  R.
R adalah Relasi Ekivalen

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)

Diposting oleh Unknown di 08.30 0 komentar
BAB I
PENDUHULUAN


A. Latar Belakang
Sistem pendidikan yang selama ini dikelola dalam suatu aklim birokratik dan sentralistik dianggap sebagai salah satu sebab yang telah membuahkan keterpurukan dalam mutu dan keunggulan pendidikan di tanah air. Hal ini terjadi karena sistem birokrasi selalu menempatkan kekuasaan sebagai faktor yang paling penting dan menentukan dalam proses pengambilan keputusan.
Sekolah-sekolah saat ini telah terkukung oleh kekuasaan birokrasi yang “menggurita” dari kekuasaan tingkat pusat sampai daerah, bahkan terkesan semakin buruk di era desentralisasi ini. Bahkan tenaga kependidikan seperti kepala sekolah dan guru pun seakan berada di tempat yang “dikendalikan”. Jadi tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa kekuasaan birokrasi persekolahan telah membuat sistem pendidikan selalu berada dalam keterpurukan. Kekuasaan birokrasi jugalah yang menjadi faktor sebab dari menurunnya semangat partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan.






B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah?
2. Jelaskan MBS sebagai Paradigma Baru Pengelolaan Pendidikan?
3. Apa Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah?
4. Sebutkan Prinsip – prinsip Manajemen Berbasis Sekolah?
5. Sebutkan Komponen Manajemen Berbasis Sekolah?
6. Apa Manfaat Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah?
7. Apa Syarat Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah?
8. Bagaimana Model MBS di Indonesia?

C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
2. Mengetahui MBS sebagai Paradigma Baru Pengelolaan Pendidikan
3. Mengetahui Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
4. Mengetahui Prinsip – prinsip Manajemen Berbasis Sekolah
5. Mengetahui Komponen Manajemen Berbasis Sekolah
6. Mengetahui Manfaat Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
7. Mengetahui Syarat Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
8. Mengetahui Model MBS di Indonesia








BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Manajemen berbasis sekolah (MBS) atau School Based management, adalah bentuk dari alternatif pengelolaan sekolah dari program desentralisasi dalam bidang pendidikan. Dalam hal ini, sekolah memiliki kewenangan dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan secara mandiri yang tidak tergantung kepada birokarasi sentralistik.
Kewenangan tersebut sesuai dengan perannya yang dilandasi oleh Undang – undang Nomor 22 tahun 1999, tentang otonomi daerah dan undang – undang Nomor 25 tahun 2000, tentang perimbanan keuangan antara pusat dan daerah untuk mengatur dan menampung aspirasi masyarakat untuk turut serta melakukan kontrol dan pembinaan terhadap sekolah.

B. MBS sebagai Paradigma Baru Pengelolaan Pendidikan
Pergeseran Paradigma pengelolaan pendidikan dasar dan menengah telah tercermin dalam visi pembangunan pendidikan nasional yang tercantum dalam GBHN (1999), ”mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan berkualitas guna mewujudkan bangsa yang berakhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, disiplin,bertanggung jawab, terampil, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Keluarnya Inpres SDN No.10/1973 yang berisi “sekolah-sekolah dikelola secara mikro dengan sepenuhnya diperankan oleh kepala sekolah dan guru-guru sebagai pengelolah dan pelaksana pendidikan pada setiap sekolah juga tidak terpisahkan dari lingkungan masyarakatnya. Dalam hal ini, kepemilikan sekolah yang sebelumnya milik masyarakat menjadi milik pemerintah yang sepenuhnya secara birokratik bahkan sentralistik. Untuk itu, MBS bermaksud “mengembalikan” sekolah kepada pemiliknya, yaitu masyarakat yang diharapkan akan merasa bertanggug jawab kembali sepenuhnya terhadap pendidikan yang diselenggarakan di sekola-sekolah. Sehingga dapat dikatakan bahwa hanya sekolah dan masyarakatlah yang paling mengetahui berbagai persoaalan pendidikanyang dapat menghambat peningkatan mutu pendidikan. Dengan demikian merekalah yang seharusnya menjadi pelaku utama dalam membangun pendidikan yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan masyarakatnya.
Dengan MBS pemecahan masalah internal sekolah, baik yang menyangkut proses pembelajaran maupun sumberdaya pendukungnya cukup dibicarakan di dalam sekolah dengan masyarkatnya, sehingga perlu diangkat ke pemda maupun pusat. Tugas pemda dan pusat adalah memberikan fasilitas dan bantuan pada saat sekolah dan masyarakat menemui jalan buntu dalam pemecahan masalah. Fasilitas tersebut dapat berupa: capacity bulding. Bantuan teknis pembelajaran atau manajemen srkolah, subsidi bantuan sumber daya pendidikan, serta kurikulum nasional dan pengendalian mutu pendidikan, baik tingkat daerah maupun nasional.
Untuk sampai pada kemampuan untuk mengurus dan mengatur penyelenggaraan pendidikan di setiap satuan pendidikan, diperlukan program yang sistematis dengan melakukan capacity building. Dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan setiap satuan pendidikan secara berkelanjutan. Capacity building dilakukan untuk meningkatkan(up-grade) suatu kelompok satuan pendidikan pada tahap perkembangan tertentu ke tahap berikutnya. Adapun tahap perkembangan tersebut ada 4 yaitu:
1. Tahap praformal
Satuan pendidikan yang termasuk kedalam kelompok ini, adalah yang belum memenuhi standar teknis, yaitu belum dapat memiliki sumber - sumber pendidikan(guru, sarana-prasarana)yang memadai untuk menyelenggarakan pelayanan pendidikan.


2. Tahap formalitas
Satuan pendidikan yang termasuk kedalam kelompok ini, adalah yang sudah memenuhi standar teknis. Keberhasilan satuan pendidikan dalam tahap ini diukur dengan menggunakan standar pelayanan minimum tingkat sekolah terutama yang menyangkut ukuran-ukuran output pendidikan sepertitingkat penurunan putus sekolah, penurunan mengulang kelas, tingkat kemampuan siswa, tingkat kelulusan, serta tingkat melanjutkan sekolah.
3. Tahap transisional
Satuan pendidikan yang sudah mencapai tahap ini, adalah yang sudah mampu memberikan pelayanan minimal pendidikan yang bermutu, seperti kemampuan mendayagunakan sumber-sumber pendidikan secara optimal, meningkatnya kualitas guru, pendayagunaan perpustakaan sekolah secara optimal, dan lain-lain.
4. Tahap otonomi
Satuan pendidikan yang sudah mencapai tahap ini dapat dikategorikan sebagai tahap penyelesaian capacity building menuju profesionalisasi satuan pendidikan dan pelayanan pendidikan yang bermutu. Pada tahap ini, satuan pendidikan sudah mampu memberikan pelayanan diatas SPM (standar kompetensi minimum) sekolah dan akan bertanggung jawab terhadap klien serta stakeholder pendidikan lainya.
Dalam MBS, kewenangan bertumpu kepada sekolah, senada dengan kebijakan sekolah lokal yang dipandang memiliki tingkat efektifitas tinggi, dan diharapkan dapat memberikan keuntungan, seperti:
a. Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada siswa, orang tua dan guru.
b. Bertujuan memanfaatkan sumber daya lokal
c. Efektif dalam pembinaan paserta didik
d. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, dan manajemen sekolah.

Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam memahami konsep MBS yaitu:
1. Pengkajian konsep MBS, terutama yang menyagkut kekuatan desentralisasi dan kekuasaan atau kewenangan di tigkat sekolah.
2. Penelitian tentang program MBS, berkenaan dengan desentralisasi kekuasaan dan program peningkatan partisipasi local stakeholders. Pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dalam kaitannya dengan pemberdayaan sekolah, perlu dihubungkan dengan efektifitas program.
3. Strategi MBS, harus lebih menekankan kepada elemen manajemen partisipatif.

Dalam pelaksanaan MBS, kepala sekolah adalah “the key person” untuk keberhasilan pelaksanaan otonomi sekolah. Oleh karena itu, dalam implementasi MBS, kepala sekolah dituntut un tuk memilki visi dan wawasan yang luas tentang effect school, serta kemampuan profesional yang memadai dalam bidang perencanaan, kepemimpinan, manajerial, dan supervisi bidang pendidikan. Adapun tugas dan wewenag kepala sekolah dalam konteks MBS, adalah sebagai berikut:
1. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber – sumber daya sekolah.
2. Pengembangan strategi MBS, sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pengembangan sekolah.
3. Meyusun rencana dan merumuskan kebijakan sekolah sesuai dengan visi, misi, dan tujuan sekolah.
4. Mempertanggungjawabkan pekerjaanyakepada dewan sekolah secara periodik.
5. Pengelolaan kurikulum dan penetapan tolak ukur penilaian kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan sekolah
6. Mencari dan mengupayakan sumber – sumber dana untuk pembiayaan sekolah
7. Mengupayakan pelibatan stakeholders dalam pelaksanaan kegiatan – kegiatan peningkatan kinerja sekolah sesuai denag visi, misi, dan tujuan sekolah.
C. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Sekolah sebagai institusi atau lembaga pendidikan, yang merupakan wadah tempat proses pendidikan dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis. Sekolah sebagai institusi pendidikan juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta meningkatkan derajat sosial masyarakat. Oleh karena itu, sekolah membutuhkan sistem pengelolaan yang tepat untuk dapat mencapai apa yang diharapkan.
Tujuan penerapan MBS adalah untuk memandirikan atau memberdayagunakan sekolah melalui kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif. Secara lebih rinci, MBS bertujuan untuk:
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya.
4. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.

D. Prinsip – prinsip Manajemen Berbasis Sekolah
Menurut Depdiknas: 2007, ada 4 prinsip dalam manajemen berbasis sekolah sebagai bentuk implementasi otonomi daerah bidang pendidikan yang menjadi landasan bagi sekolah sehingga memudahkan dalam menerjemahkan konsep manajemen penigkatan mutu berbasis sekolah sesuai dengan tujuannya. Adapun, 4 prinsip itu, sebagai berikut:
1. Otonomi
Otonomi diartikan sebagai kemandirian yaitu, kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendir (pengelolaan mandiri). Kemndirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan seperti:
a. Kemampuan mengambil keputusan yang terbaik
b. Kemampuan berdemokrasi atau menghargai perbedaan dan pendapat
c. Kemampuan memobilisasi sumber daya
d. Kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik
e. Kemampuan berkomunikasi dengan cara yantg efektif
f. Kemampuan memecahkan persoalan – persoalan sekolah
g. Kemampuan adatif dan antisipatif
h. Kemampuan bersinergi dan berkolaborasi
i. Kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri
2. Fleksibelitas
Fleksibelitas dapat diartikan sebagai keluwesan – keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumber daya sekolah seotimal mungkin untuk meningkatkan mutu sekolah.
3. Partisipasi
Penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik. Warga sekolah (guru, siswa, karyawan) dan masyarakat, didorong untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pendidkan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang di harapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah akan mampu menciptakan keterbukaan(transparansi, kerjasama yang kuat, akuntabilitas, dan demokrasi pendidikan).
4. Inisiatif
Didasarkan atas konsepsi bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis. Oleh karena itu, potensi sumber daya manusia harus slalu digali, ditemukan, dan dikembangkan begitu pula dengan lembaga pendidikan.
E. Komponen Manajemen Berbasis Sekolah
Tujuan program MBS adalah peningkatan mutu pembelajaran. Adapun program MBS terdiri atas 3 komponen yaitu:
1. Manajemen Berbasis sekolah(MBS)
2. peran serta masyarakat(PSM)
3. Peningkatan mutu belajar mengajar melalui peningkatan mutu pembelajaran yang disebut pembelajaran aktif, informatif, kreatif dan menyenangkan(PAIKEM) di SD-MI, dan pembelajaran kontekstual di SLTP-MTs.
Aktif, dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan pendapat.
Informatif, dalam proses pembelajaran guru harus memberikan informasi yang terkini agar anak terpacu untuk memperhatikan karna informasi yang dibutuhkan adalah informasi yang terbaru dan berkembang masa kini.
Kreatif, guru di harapkan dapat menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa.
Efektif adalah proses pembelajaran yang mempergunakan waktu yang singkat tetapi mencapai hasil maksimal.
Menyenangkan adalah suasana belajar mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi PAIKEM.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan PAIKEM
1. Memahami sifat yang dimiliki anak
2. Mengenal anak secara perorangan
3. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah
5. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
6. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
7. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
8. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental
F. Manfaat Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
1. Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
2. Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting.
3. Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran.
4. Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
5. Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.
6. dapat meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugasnya.
7. Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level.
G. Syarat Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
1. MBS harus mendapat dukungan staf sekolah.
2. MBS lebih mungkin berhasil jika diterapkan secara bertahap.
Kemungkinan diperlukan lima tahun atau lebih untuk menerapkan MBS secara berhasil.
3. Staf sekolah dan kantor dinas harus memperoleh pelatihan penerapannya, pada saat yang sama juga harus belajar menyesuaikan diri dengan peran dan saluran komunikasi yang baru.
4. Harus disediakan dukungan anggaran untuk pelatihan dan penyediaan waktu bagi staf untuk bertemu secara teratur.
5. Pemerintah pusat dan daerah harus mendelegasikan wewenang kepada kepala sekolah, dan kepala sekolah selanjutnya berbagi kewenangan ini dengan para guru dan orang tua murid.
H. Model MBS di Indonesia
Model MBS di Indonesia muncul akibat perubahan politik dan krisis ekonomi yang berkembang menjadi krisis sosial politik yang berdamapak kepada perubahan dalam manajemen pendidikan, disamping perlunya peningkatan mutu pendidikan yang sampai saat ini masih memprihatinkan.
MBS sebagai hasil perubahan politik bertujuan pula mendesain ulang pengelolaan sekolah dengan merubah sistem pengamabilan keputusan yang semula menjadi wewenang tingkat pusat dipendahkan otonominya ke tingkat sekolah.
Dalam penerapan model MBS di Indonesia, tidak seluruh masalah pendidikan menjadi wewenang dan tanggunag jawab sekolah namun terdapat pembagian kewenangan antara pusat, propinsi, kabupaten atau kota, kecamatan dan sekolah dalam mengelola pendidikan.
Model MBS di Indonesia menekankan pada mutu yang dikenal dengan Manajemen peningkatan Mutu berbasis Sekolah (MPMBS). Model ini memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas kepada sekolah dan mendorong partsisipasi secara langsung serta peraturan warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu skeolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta perundang-undangan yang berlaku.













BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
MBS adalah bentuk reformasi pendidikan dimana pada prinsipnya sekolah memperolah kewajiban(responsibility), wewenang(authority), dan tanggungjawab(accountability) dalam meningkatkan kinerja sekolah. Oleh sebab itu, MBS menyediakan layanan pendidikan yang menyeluruh dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat sekolah.
Prinsip pemerataan(equality) dan keadilan(equity) untuk memperolah kesempatan pendidikan, efisiensi, dan mutu pembelajaran merupakan karakteristik utama MBS yang dimiliki oleh pendekatan ini. Adapun persyaratan utama yang diperlukan yaitu:
1. Adanya kebutuhan untuk berubah(send of change) atau inovasi
2. Adanya restrukturisasi organisasi pendidikan
3. Proses perubahan sebagai proses belajar
4. Adanya budaya profesional(corporate culture) di sekolah.
MBS mempunyai 4 aspek yaitu, perwujudan nilai sosial, sumer kekuatan politik, wahana pengujian kekuatan, senjata politik. Selain itu, MBS juga membawa pengaruh positif dalam peningkatan dan perbaikan pendidikan, efisiensi, pencapaian tujuan politik serta terciptanya keadilan dan pemerataan untuk memperoleh pendidikan.


B. Saran
1. Dengan adanya otonomi pada tiap satuan pendidikan, diharapakan kualitas pendidikan di Indonesia mampu bersaing dengan negara – negara lain.
2. Pelaksanaan progaram otonomi pendidikan hendakanya dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Indonesia.
3. Meskipun kewenangan di berikan secara penuh kepada sekolah, tetapi pemerintah harus tetap mengawasi pelaksanaan pendidikan di tiap sekolah.
4. Dengan adanya MBS, diharapkan dapat membawa pengaruh positif dalam peningkatan dan perbaikan pendidikan, efisiensi, pencapaian tujuan politik serta terciptanya keadilan dan pemerataan untuk memperoleh pendidikan.











DAFTAR PUSTAKA



Uno, B. Hamzah. 2010. Profesi Kependidikan Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Danim, Sudarwan. 2002. Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Suryosubroto, B. 2010. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Sujanto, Bedjo. 2009. Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Fattah, Nanang Dan Mohammad Ali. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Sagala, Syaiful. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah Dan Masyarakat, Strategi Memenangka Persaingan Mutu. Jakarta: PT. Nimas Multima.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
 

likha's file Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea